Halo semua, ini Rowan suaminya
Karin. Numpang nulis di blog Karin ya :)
Dari sebelum Ray lahir, saya dan
istri sudah banyak mencari tahu perihal ASI (terutama istri ya :D ). Di awal
usia kehamilan, saya diberikan sebuah buku sakti berjudul “AYAH ASI”. Buku itu
sudah jadi seperti kitab saya untuk mempelahari perihal ASI, walaupun tetap aja
selalu lupa kalau sudah detail mekanisme seperti penyimpanan di suhu berapa,
ada alat apa saja untuk mebebrikan ASI, dll (saya harus buka lagi bukunya).
Buku selesai dibaca dalam waktu
1.5 minggu (maaf ya kalau lama, maklum bukan tipe pembaca buku). Begitu
selesai, mulailah kebawelan saya perihal ASI berjalan dengan sendirinya.
Dimulai dari mencari rumah sakit yang pro ASI (cara tahunya dari browsing dan
tanya langsung, lalu paling mudah lihat saja ada iklan sufor tidak di rumah
sakit tersebut). Ternyata pilihan istri memang tepat di Rumah Sakit Pondok
Indah (RSPI). Hampir seluruh dokter dan suster perawatnya pro ASI.
Bagi yang masih bertanya-bertanya
“kenapa tidak ke rumah sakit bersalin atau rumah sakit ibu dan anak?” . Well, selain
itu adalah rumah sakit pilihan istri dari sebelum kami menikah. Bagi saya dari
hasil yang saya baca, rumah sakit tersebut merupakan target utama untuk
perusahaan Sufor. Jangan tersinggung ya, sekali lagi ini pendapat pribadi,
hasil riset pribadi, hasil googling pribadi.
Akhirnya tibalah hari yang
ditunggu. Selasa, 24 Maret 2015 setelah melalui proses diskusi yang panjang x
lebar, Ray lahir melalui proses persalinan caesar. Dari mulai tanda tangan,
saya sudah bawel sekali minta 2 hal yaitu Dokter yang Pro ASI dan saya minta
Ray diberikan waktu untuk IMD (Inisiasi Menyusu Dini) atau minimal skin to skin
contact. Dalam hal ini sebagai orang tua dan orang awam ada 2 hal yang harus
diperhatikan :
1. Ruang
operasi itu dingin buanget, jadi harus perhatikan juga kondisi anak saat skin
to skin contact dengan ibunya
2. Tangan
bayi jangan dilap karena itu merupakan sensornya untuk mencari payudara ibunya.
Pihak rumah sakit mengabulkan 2
hal tersebut dan saya adalah saksinya karena diperbolehkan masuk menemani
proses persalinan. Ray lahir dengan berat 3.1kg dan teriakan yang sangat
lantang. Ray berhasil menemukan payudara mamanya walaupun tidak berhasil latch
on dengan payudara mamanya, tapi Ray diberikan waktu skin to skin contact yang
cukup lama dan berhasil menemukan payudara ibunya. Bahagia sekali melihat
proses itu.
Oke, perjuangan sebenarnya baru
dimulai. Suster masuk ke dalam kamar, mengantar bayi kami yang lucu dan
menginformasikan kalau bayinya laper bu, nyusu ke mamanya ya. Ini dia! Proses
paling menegangkan! Ternyata Ray kesulitan untuk lactch on (please note tidak
semua bayi bisa langsung latch on dengan puting ibunya). Raypun nangis karena
susah mendapatkannya, istri sayapun panik karena takut bayi kami lapar. Tapi apa yang
dilakukan perawat? Dengan tenang dibantu untuk bisa latch on dan dibantu
dipijat payudaranya agar susunya bisa keluar dan juga bayi bisa minum dengan
tenang. Benar kan, saya tidak salah pilih rumah sakit! :)
Hari keduapun masih terjadi yang
sama, kesulitan latch on. Tapi bersyukurnya ASI istri cukup banyak, bahkan
perawat pun tidak henti-hentinya memberi semangat dengan berkata “bu semangat,
pelan-pelan pasti bisa. Ibu susunya banyak lho ini”. Ok, ASI ada dan cukup
banyak tapi bayi masih susah latch on. Istri memompa dan kemudian Ray diberi minum
menggunakan sendok oleh suster. Tapi karena Ray tidak sabar dan istri saya jadi
tidak tega, akhirnya keputusan terberat pun diambil. Ray diberikan ASIP dengan DOT
bukan atas saran dari suster tetapi atas permintaan kami. Yak, DOT! Benda yang
sangat berbahaya bagi para ibu-ibu ASI karena bisa menyebabkan bayi bingung
puting dan akhirnya memilih menggunakan dot untuk minum.
Kenapa berbahaya dan dianggap
bencana kalau bayi minum dari dot?? Karena dari seluruh informasi yang saya
peroleh dibilang kalau bayi langsung menyusu dari ibunya, secara tidak disadari
ada pemicu untuk produksi ASI terus banyak.
Nah, pusing gak setelah kita tahu
informasi seperti itu? Pusing dan kepikiran banget pastinya. Terlebih Ray
ternyata bilirubinnya tinggi, keluar dari RSPI berada di level 11.6 lalu 6 hari
kemudian kembali ke rumah sakit berada di level 16.6. Istri pun sudah pasti
sangat sedih melihatnya. Pulang dari konsultasi dokter di hari ke 6 tersebut,
kami berdiskusi dan sepakat untuk mengganti dokter anak. Akhirnya kami bikin
janji dengan Dr. Yovita Ananta di hari ke-7 setelah keluar dari rumah sakit
atau keesokan harinya lagi.
Dari pertemuan dengan Dr. Yovita,
Dokter menyarankan untuk tetap tenang dan mestinya hari ke 7 adalah titik
paling tingginya. Lalu dipesankan agar banyak minum, bayi yang cenderung tidur
dan kurang minum berpotensi lebih tinggi untuk kuning / bilirubinnya naik.
Ok, Sip! Pulang ke rumah, dengan
semangat 45 istri selalu bersiap memberikan susu baik secara langsung maupun
melalui cup feeder setiap 2 jam sekali. Bersyukur akhirnya seminggu kemudian
bilirubinnya kembali turun ke normal (tentunya dibantu jemur di pagi hari ya).
Masalah kuning sudah selesai,
masalah barupun muncul lagi. Bukan tidak bersyukur istri dikaruniai ASI yang
banyak, namun karena derasnya arus ASI tersebut membuat Ray tersedak setiap
kali menyusu langsung dan akhirnya ngomel (hebat ya bayi jaman sekarang udah
bisa ngomel baru umur 2 mingguan).
Singkat cerita akhirnya dengan
berkali-kali saya coba tenangkan dan berkata ke istri untuk tetap semangat
menyusui langsung, akhirnya saya memutuskan untuk mendukung keputusan istri
apapun itu asalkan dia senang. Karena saya percaya kalau si ibu senang, maka supply ASInya juga akan ada terus. Saat itu istri
saya memutuskan untuk pumping dan Ray akhirnya minum ASI dari botol dengan
dot.
Luka, lecet, payudara bengkak,
demam, panas tinggi sampai 39 derajat celcius, semua dialami istri saya. Tapi
semangat dan cintanya yang luar biasa untuk buah hati kami membuatnya tidak
pernah menyerah. Kami bersyukur sekali pasokan ASI istri selalu cukup bahkan
bisa dialokasikan untuk penyimpanan. Seperti foto di bawah ini :
3 bulan setelah cuti melahirkan,
istripun kembali bekerja namun tetap dengan prioritasnya adalah memberikan ASI
eksklusif untuk anak kami. Ray dirawat oleh omanya selama jam kami di kantor
dan bersyukur kami juga mendapat dukungan ASI dari pihak keluarga dan atasan
istri di kantor. Jadi istri di kantorpun selalu mengatur jadwalnya untuk tetap
pumping dan bisa memberikan ASI untuk Ray. (ibu bekerja, ASI beraksi)
Akhirnya tibalah hari ini, 24
September 2015. Ray tepat berusia 6 bulan dan artinya sudah berhasil lulus S1
ASI eksklusif dan memulai MPASInya. Terima kasih untuk istriku, untuk mama Ray
yang sudah berjuang dengan penuh kasih sayang untuk bisa memenuhi kebutuhan ASI
eksklusif Ray dengan segala cara. 6 bulan pertama sudah berhasil dilewati
dengan baik, mari kita bersiap untuk fase berikutnya :)
Love you both