Pages

Thursday, September 24, 2015

Ray Lulus S1 ASI Eksklusif

Halo semua, ini Rowan suaminya Karin. Numpang nulis di blog Karin ya :)

Dari sebelum Ray lahir, saya dan istri sudah banyak mencari tahu perihal ASI (terutama istri ya :D ). Di awal usia kehamilan, saya diberikan sebuah buku sakti berjudul “AYAH ASI”. Buku itu sudah jadi seperti kitab saya untuk mempelahari perihal ASI, walaupun tetap aja selalu lupa kalau sudah detail mekanisme seperti penyimpanan di suhu berapa, ada alat apa saja untuk mebebrikan ASI, dll (saya harus buka lagi bukunya).

Buku selesai dibaca dalam waktu 1.5 minggu (maaf ya kalau lama, maklum bukan tipe pembaca buku). Begitu selesai, mulailah kebawelan saya perihal ASI berjalan dengan sendirinya. Dimulai dari mencari rumah sakit yang pro ASI (cara tahunya dari browsing dan tanya langsung, lalu paling mudah lihat saja ada iklan sufor tidak di rumah sakit tersebut). Ternyata pilihan istri memang tepat di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI). Hampir seluruh dokter dan suster perawatnya pro ASI.

Bagi yang masih bertanya-bertanya “kenapa tidak ke rumah sakit bersalin atau rumah sakit ibu dan anak?” . Well, selain itu adalah rumah sakit pilihan istri dari sebelum kami menikah. Bagi saya dari hasil yang saya baca, rumah sakit tersebut merupakan target utama untuk perusahaan Sufor. Jangan tersinggung ya, sekali lagi ini pendapat pribadi, hasil riset pribadi, hasil googling pribadi.

Akhirnya tibalah hari yang ditunggu. Selasa, 24 Maret 2015 setelah melalui proses diskusi yang panjang x lebar, Ray lahir melalui proses persalinan caesar. Dari mulai tanda tangan, saya sudah bawel sekali minta 2 hal yaitu Dokter yang Pro ASI dan saya minta Ray diberikan waktu untuk IMD (Inisiasi Menyusu Dini) atau minimal skin to skin contact. Dalam hal ini sebagai orang tua dan orang awam ada 2 hal yang harus diperhatikan :
1.       Ruang operasi itu dingin buanget, jadi harus perhatikan juga kondisi anak saat skin to skin contact dengan ibunya
2.       Tangan bayi jangan dilap karena itu merupakan sensornya untuk mencari payudara ibunya.

Pihak rumah sakit mengabulkan 2 hal tersebut dan saya adalah saksinya karena diperbolehkan masuk menemani proses persalinan. Ray lahir dengan berat 3.1kg dan teriakan yang sangat lantang. Ray berhasil menemukan payudara mamanya walaupun tidak berhasil latch on dengan payudara mamanya, tapi Ray diberikan waktu skin to skin contact yang cukup lama dan berhasil menemukan payudara ibunya. Bahagia sekali melihat proses itu.

Oke, perjuangan sebenarnya baru dimulai. Suster masuk ke dalam kamar, mengantar bayi kami yang lucu dan menginformasikan kalau bayinya laper bu, nyusu ke mamanya ya. Ini dia! Proses paling menegangkan! Ternyata Ray kesulitan untuk lactch on (please note tidak semua bayi bisa langsung latch on dengan puting ibunya). Raypun nangis karena susah mendapatkannya, istri sayapun panik  karena takut bayi kami lapar. Tapi apa yang dilakukan perawat? Dengan tenang dibantu untuk bisa latch on dan dibantu dipijat payudaranya agar susunya bisa keluar dan juga bayi bisa minum dengan tenang. Benar kan, saya tidak salah pilih rumah sakit! :)

Hari keduapun masih terjadi yang sama, kesulitan latch on. Tapi bersyukurnya ASI istri cukup banyak, bahkan perawat pun tidak henti-hentinya memberi semangat dengan berkata “bu semangat, pelan-pelan pasti bisa. Ibu susunya banyak lho ini”. Ok, ASI ada dan cukup banyak tapi bayi masih susah latch on. Istri memompa dan kemudian Ray diberi minum menggunakan sendok oleh suster. Tapi karena Ray tidak sabar dan istri saya jadi tidak tega, akhirnya keputusan terberat pun diambil. Ray diberikan ASIP dengan DOT bukan atas saran dari suster tetapi atas permintaan kami. Yak, DOT! Benda yang sangat berbahaya bagi para ibu-ibu ASI karena bisa menyebabkan bayi bingung puting dan akhirnya memilih menggunakan dot untuk minum.

Kenapa berbahaya dan dianggap bencana kalau bayi minum dari dot?? Karena dari seluruh informasi yang saya peroleh dibilang kalau bayi langsung menyusu dari ibunya, secara tidak disadari ada pemicu untuk produksi ASI terus banyak.

Nah, pusing gak setelah kita tahu informasi seperti itu? Pusing dan kepikiran banget pastinya. Terlebih Ray ternyata bilirubinnya tinggi, keluar dari RSPI berada di level 11.6 lalu 6 hari kemudian kembali ke rumah sakit berada di level 16.6. Istri pun sudah pasti sangat sedih melihatnya. Pulang dari konsultasi dokter di hari ke 6 tersebut, kami berdiskusi dan sepakat untuk mengganti dokter anak. Akhirnya kami bikin janji dengan Dr. Yovita Ananta di hari ke-7 setelah keluar dari rumah sakit atau keesokan harinya lagi.

Dari pertemuan dengan Dr. Yovita, Dokter menyarankan untuk tetap tenang dan mestinya hari ke 7 adalah titik paling tingginya. Lalu dipesankan agar banyak minum, bayi yang cenderung tidur dan kurang minum berpotensi lebih tinggi untuk kuning / bilirubinnya naik.

Ok, Sip! Pulang ke rumah, dengan semangat 45 istri selalu bersiap memberikan susu baik secara langsung maupun melalui cup feeder setiap 2 jam sekali. Bersyukur akhirnya seminggu kemudian bilirubinnya kembali turun ke normal (tentunya dibantu jemur di pagi hari ya).

Masalah kuning sudah selesai, masalah barupun muncul lagi. Bukan tidak bersyukur istri dikaruniai ASI yang banyak, namun karena derasnya arus ASI tersebut membuat Ray tersedak setiap kali menyusu langsung dan akhirnya ngomel (hebat ya bayi jaman sekarang udah bisa ngomel baru umur 2 mingguan).

Singkat cerita akhirnya dengan berkali-kali saya coba tenangkan dan berkata ke istri untuk tetap semangat menyusui langsung, akhirnya saya memutuskan untuk mendukung keputusan istri apapun itu asalkan dia senang. Karena saya percaya kalau si ibu senang, maka supply  ASInya juga akan ada terus. Saat itu istri saya memutuskan untuk pumping  dan Ray akhirnya minum ASI dari botol dengan dot.

Luka, lecet, payudara bengkak, demam, panas tinggi sampai 39 derajat celcius, semua dialami istri saya. Tapi semangat dan cintanya yang luar biasa untuk buah hati kami membuatnya tidak pernah menyerah. Kami bersyukur sekali pasokan ASI istri selalu cukup bahkan bisa dialokasikan untuk penyimpanan. Seperti foto di bawah ini :



3 bulan setelah cuti melahirkan, istripun kembali bekerja namun tetap dengan prioritasnya adalah memberikan ASI eksklusif untuk anak kami. Ray dirawat oleh omanya selama jam kami di kantor dan bersyukur kami juga mendapat dukungan ASI dari pihak keluarga dan atasan istri di kantor. Jadi istri di kantorpun selalu mengatur jadwalnya untuk tetap pumping dan bisa memberikan ASI untuk Ray. (ibu bekerja, ASI beraksi)


Akhirnya tibalah hari ini, 24 September 2015. Ray tepat berusia 6 bulan dan artinya sudah berhasil lulus S1 ASI eksklusif dan memulai MPASInya. Terima kasih untuk istriku, untuk mama Ray yang sudah berjuang dengan penuh kasih sayang untuk bisa memenuhi kebutuhan ASI eksklusif Ray dengan segala cara. 6 bulan pertama sudah berhasil dilewati dengan baik, mari kita bersiap untuk fase berikutnya :)

Love you both



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...